Senin, 06 Februari 2017

Artikel : Kerusakan Hutan Indonesia

Hutan tropis Indonesia adalah rumah dan persembunyian terakhir bagi kekayaan hayati dunia yang unik. Keanekaragaman hayati yang terkandung di hutan Indonesia. dalamnya hutan Indonesia – secara total menyimpan 289 gigaton karbon dan memegang peranan penting menjaga kestabilan iklim dunia.

kerusakan hutan adalah berkurangnya luasan areal hutan karena kerusakan ekosistem hutan. Pengertian ini juga sering disebut degradasi hutan dan ditambah juga penggundulan dan alih fungsi lahan hutan atau istilahnya deforestasi. Kerusakan hutan dengan intensitas yang besar berakibat negatif pada ekosistem hutan, namun ada kerusakan hutan memberikan dampak positif terhadap kelangsungan permudaan di dalam hutan.

Artikel : Kerusakan Hutan Indonesia
salah satu contoh kerusakan hutan
Kerusakan Hutan Indonesia atau ancaman yang paling besar terhadap hutan alam di Indonesia adalah penebangan liar, alih fungsi hutan menjadi ladang atau perkebunan, kebakaran hutan dan eksploitasi hutan secara tidak lestari baik untuk pengembangan pemukiman, industri, maupun akibat perambahan hutan. Dan Kerusakan hutan yang semakin parah menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem hutan dan lingkungan disekitarnya.

Faktor-faktor penyebab kerusakan hutan adalah :
  1. Kebakaran hutan
  2. Penebangan liar
  3. Pembalakan liar
  4. Transmigrasi
  5. Konversi minyak tanah ke gas
Dampak kerusakan hutan :
  1. Fungsi hutan sebagai penyimpan cadangan air tanah akan terganggu oleh kerusakan hutan
  2. Berkurangnya daun-daun busuk dengan humus yang tebal, yang tersisa hanya kekeringan.
  3. Kerusakan hutan akan menyebabkan punahnya flora dan fauna.
  4. Terjadi erosi dan banjir
  5. Hutan rusak berarti sumber oksigen akan berkurang.
  6. Hilangnya cirikhas budaya masyarakat
Akibat Kerusakan hutan :
  1. Terganggunya sistem hidrologi
  2. Kerugian secara ekonomis
  3. Hilangnya biodiversitas atau keanekaragaman flora dan fauna
  4. Perubahan iklim dan pemanasan global
  5. Kerusakan ekosistem darat dan laut
Untuk mengurangi dampak kerusakan hutan ada berbagai cara yang bisa dilakukan, salah satunya adalah dengan reboisasi dan rehabilitasi hutan, dan ini membutuhkan kerjasama dari semua pihak, mulai dari pemerintah, instansi-instansi terkait, LSM, sampai masyarakat pinggir hutan.

http://hutantani.blogspot.com/

Minggu, 29 Januari 2017

Jurnal : Pengelolaan Mangrove / Vegetasi Pantai

PENGELOLAAN MANGROVE/VEGETASI PANTAI
(Study Kasus Pantai Utara Kota Surabaya)

I. Pendahuluan

Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis yang mempunyai fungsi istimewa pada suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob (Snedaker, 1978). Kostermans (1982) menyebut mangrove sebagai vegetasi berjalan yang cenderung mendorong terbentuknya tanah timbul melalui suksesi alami atau buatan dengan terbentuknya vegetasi baru pada tanah timbul tersebut.

Aksornkoae (1993) menyatakan bahwa baik struktur maupun fungsi dari ekosistem hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan sebagai berikut : Fisiografi pantai, Curah hujan, Ombak dan gelombang, Pasang Surut, Salinitas, Oksigen terlarut, Nutrien dan Tanah. Sedangkan fungsi hutan mangrove menurut Kusmana (1996) adalah sebagai: 1. penghalang terhadap erosi pantai dan gempuran ombak yang kuat; 2. pengolah limbah organik; 3. tempat mencari makan, memijah dan bertelur berbagai biota laut; 4. habitat berbagai jenis margasatwa; 5. penghasil kayu dan non kayu; 6. potensi ekoturisme.

Selain itu Venkataramani (2004) dalam Santoso (2007) menyatakan bahwa hutan mangrove yang lebat berfungsi seperti tembok alami. Hutan mangrove mengurangi dampak tsunami dengan melalui dua cara, yaitu: kecepatan air akan berkurang karena pergesekan dengan hutan mangrove yang lebat, dan volume air dari gelombang tsunami yang sampai ke daratan menjadi sedikit karena air tersebar ke banyak saluran (kanal) yang terdapat di ekosistem mangrove. Secara aspek lingkungan, mangrove juga dapat menyerap berbagai macam zat kimia berbahaya dan akan menjadi substrat pada akar mangrove tersebut.

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman mangrove yang cukup tinggi, dengan tipe hutan khas yang terdapat pada sepanjang pantai atau muara sungai yang memenuhi beberapa kriteria. Dengan luasan hutan mangrove sekitar 3,7 juta ha dan tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Salah satunya di kota Surabaya dengan luasan sekitar 500 ha yang dibagi menjadi dua wilayah, yaitu di kawasan pamurbaya (pantai timur Surabaya) ± 435,335 ha dan ± 118,714 ha di kawasan pantura (pantai utara Surabaya) dan sekitar 40% dari luasan kawasan mangrove tersebut mengalami kerusakan (Sumber: Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Surabaya 2011). Oleh karena itu diperlukan arahan pengendalian konversi hutan mangrove sebagai salah satu bentuk upaya menjaga ekosistem mangrove secara optimal agar memiliki nilai manfaat dan potensi yang sangat besar bagi keberlangsungan kehidupan di sekitar pesisir pantai utara Surabaya dengan melakukan rehabilitasi hutan dan pengelolaan mangrove/vegetasi pantai di wilayah pantai utara tersebut.

Jurnal : Pengelolaan Mangrove / Vegetasi Pantai
Hutan Mangrove di Surabaya

II. Potensi, Tantangan dan Isu/Permasalahan

Daerah pantai utara kota Surabaya adalah salah satu kawasan mangrove yang berpotensi menjadi lokasi program pengelolaan mangrove/vegetasi pantai. Kawasan ini memiliki panjang garis pantai ± 9 km dengan luas wilayah ± 1000 ha, serta ± 118,7 ha merupakan kawasan mangrove dengan ekosistem penyusunnya dari jenis mangrove sejati yaitu Sonneratia alba, Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa, Aiegeceras, Avicennia marina, Xylocarpus granatum, Avicennia alba dan Bruguiera gymnorhiza.

Dari 118,7 ha luasan kawasan mangrove di pantai utara Surabaya, ± 73 ha sudah mengalami kerusakan atau sekitar 40% bermasalah. Permasalahan yang terjadi pada kawasan mangrove pantai utara Surabaya ini adalah adanya dua pola pengalihan lahan yang terjadi di kedua wilayah pesisir ini, kerusakan lahan mangrove lebih disebabkan karena adanya reklamasi laut dan pantai yang secara otomatis akan mengorbankan keberadaan hutan mangrove yang juga menjadi salah satu penyusun ekosistem laut dan pantai. Dimana reklamasi laut dan pantai ini karena 1) reklamasi laut menjadi lahan perindustrian dan 2) pengalihan fungsi lahan yang tadinya sebagai kawasan lindung menjadi kawasan pelabuhan terbangun, yaitu mega proyek Kali Lamong, untuk mewujudkan sebuah pelabuhan yang bertaraf internasional.

Permasalahan lainnya adalah adanya masyarakat yang secara illegal menjadikan kawasan mangrove menjadi kawasan tambak ikan dan udang. Masyarakat membabat habis lahan mangrove kemudian mengeruknya menjadi tambak dan juga pembabatan mangrove untuk memenuhi kebutuhan hidupan mereka sehari-hari.

III. Rencana Pendekatan dan Solusi Pengelolaan Mangrove

Rencana pendekatan dan solusi pengelolaan mangrove di pantura Surabaya ini dilakukan dengan pendekatan yang berbasis masyarakat, yaitu melibatkan semua lapisan masyarakat mulai dari pemerintah, stakeholder terkait, sampai masyarakat pesisir. Pengelolaan yang baik, yaitu dengan memperlihatkan berbagai kepentingan, baik kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang akan berdampak positif bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, tanpa merugikan kepentingan lingkungan

Strategi pelibatan masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove sebaiknya menerapkan sistem intensif dengan harapan dapat memberikan dorongan dan kesadaran yang besar pada masyarakat dalam melakukan kegiatan pengelolaan ekosistem hutan mangrove secara lestari. Sistem intensif ini berupaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan peran serta masyarakat dengan dukungan penuh dari Pemerintah. Pelaksanaan kegiatan ini dapat diwujudkan melalui pelatihan keterampilan pengelolaan hutan mangrove, penyuluhan tentang peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan hutan mangrove di Indonesia, pembentukan kelompok swadaya masyarakat, penyebarluasan data dan informasi perencanaan rehabilitasi dan pengelolaan hutan mangrove, serta mengembangkan metode sosial budaya masyarakat yang bersahabat dengan lingkungan ekosistem hutan mangrove.

Perencanaan rehabilitasi dan pemulihan hutan mangrove pada kawasan pantai utara Surabaya adalah:
  1. Pemetaan wilayah ekosistem mangrove berdasarkan kondisi sebaran dan luasan, potensi pertumbuhan dan permasalahan pengembangan spesies.
  2. Pemulihan ekosistem dengan pembibitan mangrove dan penilaian kelayakan bibit untuk penanaman di lokasi tanam, serta pemulihan habitat yang telah rusak.
  3. Penanaman mangrove secara berkelanjutan baik yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, LSM, maupun masyarakat di sekitar pesisir.
  4. Pengikut sertaan masyarakat setempat dalam proses pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan rehabilitasi mangrove di kawasan pesisir.
  5. Pemberdayaan perekonomian masyarakat agar dapat memanfaatkan ekosistem pesisir baik ikan, udang dan lainnya.
  6. Pelatihan dan pengembangan sistem budidaya perikanan laut dan pesisir kepada masyarakat pesisir.
  7. Pengembangan ekowisata magrove untuk pendidikan dan wisata.
  8. Pembangunan kawasan pesisir dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan pesisir.
  9. Melakukan pengawasan atau monitoring secara berkala untuk mengetahui tingkat keberhasilan penanaman.
IV. Kesimpulan

Kawasan mangrove pantai utara kota Surabaya merupakan kawasan yang berpotensi untuk program pengelolaan mangrove/vegetasi pantai, karena kawasan mangrove tersebut sudah mengalami kerusakan akibat reklamasi laut dan penebangan mangrove secara illegal serta pencemaran akibat pembangunan industri.

Pengelolaan mangrove dilakukan dengan pendekatan berbasis masyarakat, dimana proses rehabilitasi harus melibatkan masyarakat setempat, mulai dari pembibitan, penanaman sampai pada pemeliharaan dan pengawasan.


Jurnal: Pengelolaan Mangrove / Vegetasi Pantai (Study Kasus Pantai Utara Kota Surabaya). Oleh: Nurmirajul Yaum, S.Hut. Dalam rangka Pengembangan Pengelolaan Hutan Mangrove.
http://hutantani.blogspot.com